JAKARTA – ASEAN Open Sky 2015 tak ingin kompromi untuk menantang penerbangan Indonesia. Sayang, tantangan ini dijawab dengan ketidaksiapan infrastruktur.
“Aspek teknis, infrastruktur dan kebijakan kita masih jauh dari memadai untuk dapat mendukung pemain Indonesia mampu bersaing bebas di ASEAN Open Sky 2015,” kata Presiden Direktur CSE Aviation Edwin Soedarmo dalam acara media gathering “Tinjauan Industri Penerbangan di Indonesia Terkait dengan Karut Marut Penerbangan Nasional” di Wisma Antara, Rabu (21/1).
ASEAN Open Sky 2015 adalah kebijakan membuka wilayah udara antar-sesama anggota negara ASEAN yang akan dilaksanakan tahun ini.
Salah satu kendala yang menjadikan ASEAN Open Sky 2015 berat bagi Indonesia adalah pemeringkatan operator menunjukkan adanya pencabutan kategori II. Perusahaan-perusahaan penerbangan katergori III bisa diberikan sanksi berupa pembekuan sertifikat operator penerbangan atau Air Operator Certificates (AOC). Untuk berpartisipasi dalam ASEAN Open Sky, operator penerbangan harus mengangkat Safety Level menjadi kategori I.
“Selain itu SDM kita belum kompeten, akses ke bandara masih sulit, dan masih banyak lagi kendala lain. Indonesia belum siap tapi sudah harus menerima ini, Indonesia hanya akan jadi pasar bagi negara lain,” katanya.
Jika Indonesia tak siap maka kedaulatan Indonesia juga dipertaruhkan. Karena jika air traffic controller (ATC) Indonesia dianggap tak siap, tak memiliki kemampuan setara dengan persyaratan keamanan terbang internasional, maka wewenang pengaturan lalu lintas udara di atas wilayah kedaulatan RI akan diserahkan kepada negara yang sudah siap pengaturan ATC-nya.
Sumber (Indopos.co.id) (cr-05)