Industri Penerbangan Indonesia Dulu Disegani Dunia, Kini Setara Kongo

Jakarta – Industri penerbangan Indonesia pernah disegani oleh dunia pada akhir tahun 90an. Sejumlah acara pameran dirgantara internasional pernah diikuti Indonesia. Namun kini, industri penerbangan Indonesia jatuh ke kategori 3 sejak 10 tahun terakhir, kategori itu menandakan Indonesia setara negara Kongo.

“Pada tahun 1996, kita bisa melakukan Indonesia Airshow di Cengkareng. Tahun berikutnya, Indonesia memamerkan produknya di Paris Airshow. Semua negara melihat dan heran,” kata pilot senior Shadrach Nababan.

Hal ini disampaikan Shadrach pada seminar CSE Aviation: Tinjauan Industri Penerbangan di Indonesia Terkait dengan Carut Marutnya Penerbangan Nasional di Wisma Antara, Jakarta Pusat, Rabu (21/1/2015).

“Tapi 10 tahun ini, kita terpuruk menjadi sekelas dengan Swatziland dan Kongo. Sangat menyedihkan,” tambahnya.

Shadrach mengaku heran, turunnya kualitas industri penerbangan Indonesia‎ tak menjadi perhatian para elit politik dan pimpinan negara ini selama 10 tahun terakhir. Seolah mereka lupa Indonesia pernah disegani karena kedirgantaraannya.

“Herannya, para elit politik kita tenang-tenang saja, dan pejabat kita yang punya otoritas melakukan perbaikan menghabiskan waktu,” ujar pilot yang pernah menerbangkan Airbus 330 ini.

Shadrach lalu bercerita ketika dirinya berkonsultasi ke petugas ‎Federal Aviation Administration (FAA) terkait kategorisasi III terhadap penerbangan Indonesia. Prediksi petugas itu, Indonesia butuh 5 tahun untuk kembali ke kategori II. Akan tetapi, 5 tahun itu telah berlalu dan Indonesia masih di kategori III.

“Kita lewati perkiraan dia dan belum terlewati (kategori III), bahkan temuan belakangan ini lebih memprihatinkan,” ujar Shadrach.

‎Walau begitu, Shadrach mengapresiasi upaya Menhub Jonan membenahi dunia penerbangan Indonesia. Harapannya, manajemen bandara di Indonesia bisa terintegrasi secara nasional, dengan berkoordinasi dengan penerbangan internasional.

“Saya betul-betul merasakan penguasaan atau pelayanan keselamatan penerbangan. Kita masuk ke Singapura itu dikelola mereka. Kalau kita terbang Jakarta-Hongkong itu, kita masuk Singapura sudah di udara 1,5 jam, katanya first come first serve, tapi kita disuruh turun ke 30.000 kaki karena ada pesawat dari Changi baru take off,” kata Shadrach menceritakan pengamalannya kala itu. Sumber (Prins David Sautdetik.com) –