Dunia Penerbangan Indonesia Butuh Koordinasi Dewan Nasional

Jakarta (Antara) – Manajemen penerbangan Indonesia yang lemah saat ini butuh koordinasi Dewan Nasional dan tidak hanya sebatas Kementerian Perhubungan (Kemenhub) saja, sehingga diharapkan menghasilkan solusi yang tidak bersifat tambal sulam.

“Penerbangan komersial sipil, koordinasinya tidak cukup hanya diserahkan kepada Kemenhub, seharusnya dibentuk dewan nasional untuk lintas koordinasi,” kata mantan Kasau Marsekal TNI Purnawirawan Chappy Hakim dalam “Media Gathering” di Wisma Antara, Jakarta, Kamis.

Chappy Hakim mengingatkan, Indonesia pada zaman Presiden Soekarno pernah memiliki Dewan Penerbangan Republik Indonesia (Depanri).

Depanri yang dibentuk pada tahun 1962 itu bertujuan untuk menggelar pengembangan kebijakan kedirgantaraan nasional dengan konsep yang jelas dan kontekstual.

Chappy mengemukakan bahwa pada saat ini, berbagai solusi penerbangan yang dikembangkan oleh otoritas terkait penerbangan sipil di Indonesia dinilai masih sangat lemah.

Ia mencontohkan, keputusan untuk memindahkan sejumlah jalur penerbangan ke Halim Perdanakusuma untuk mengurangi beban kapasitas Bandara Soekarno-Hatta sebagai solusi yang “naif”.

Hal itu, ujar dia, terutama karena Halim didesain lebih kepada bandara untuk keperluan militer dan “combat-readiness” (kesiapan bertempur) dan berbeda dengan Soekarno-Hatta yang memang didesain sebagai bandara komersial.

Pembicara lainnya, mantan Dirut Riau Airlines (RAL) Samudra Sukardi mengatakan, dunia penerbangan Indonesia sedang mengalami lonjakan yang pesat dalam hal jumlah penumpang dan pesawat tetapi tidak disertai kesiapan infrastruktur.

Samudera memaparkan, jumlah penumpang domestik pada tahun 2013 ini hingga bulan Agustus telah mencapai 76,4 juta penumpang atau meningkat sekitar 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Sedangkan jumlah penerbangan internasional pada periode yang sama telah mencapai 9,7 juta penumpang atau meningkat 10 persen.

Begitu pula dengan jumlah pesawat yang secara keseluruhan meningkat 8 persen atau dari 754 unit pada 2012 ke 811 unit pada 2013 ini. “Ini harus diimbangi dengan kesiapan tenaga kerja dan infrastruktur,” katanya.

Sementara itu, Presiden Direktur CSE Aviation (konsultan penerbangan) Edwin Sudarmo mengatakan, meski pertumbuhan dunia penerbangan di Indonesia pesat tetapi hal itu tidak dinikmati oleh industri manufaktur nasional.

Hal tersebut, menurut mantan Dirut PT Dirgantara Indonesia itu, karena untuk produksi, penyewaan “leasing”, bahkan hingga suku cadang semuanya diperoleh dari luar negeri.(rr)